KLIK DISINI UNTUK MELIHAT SK TPP TAHUN 2013 KAB. BOJONEGORO
Sabtu, 27 April 2013
Senin, 18 Maret 2013
KELAS BARU SEMANGAT BARU
Alhamdulillah’ setelah menunggu sekitar 3 bulanan akhirnya rehabilitasi 3 ruang kelas bantuan Dana DAK 2012 akhirnya rampung juga. Semoga
dengan hadirnya bangunan baru ini akan menambah semangat belajar
anak-anak dan semangat mengajar guru-gurunya…….amiiiiin!!!!
FOTO BANGUNAN BARU
DANA DAK 2013 SDN MARGOMULYO 3 BOJONEGORO
Minggu, 11 November 2012
Pisah Sambut Kepala SDN Margomulyo III
Pada hari Jum'at, 9 Nopember 2012 telah dilakukan Serah Terima Jabatan Kepala SDN Margomulyo III Kec. Margomulyo Kab. Bojonegoro, dari pejabat lama Ibu Musri Rubinah, S.Pd kepada pejabat baru, yaitu Ibu Setiyorini, S.Pd.
Kepada Ibu Musri Rubinah, S.Pd kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas usaha ibu dalam memimpin kami. Meskipun selama ini hanya jabatan rangkap dan waktunyapun tidak lama, tetapi kami merasakan banyak perubahan dan warna lain yang ibu berikan kepada SDN Margomulyo III menuju ke arah yang lebih baik.
Bukan hanya para guru yang merasa kehilangan, tetapi para siswapun merasakan ada sesuatu yang hilang dari kepergian ibu ini. Kami merasakan banyak sekali suri tauladan yang dapat kami ambil dari kepemimpinan ibu selama ini. Mulai dari etos kerja, kedisiplinan, sifat keibuan dan idealisme ibu dalam bekerja.
Kepada Ibu Setiyorini, S.Pd kami mengucapkan "SELAMAT DATANG" di SDN Margomulyo III. Semoga dengan adanya Kepala Sekolah baru, SDN Margomulyo akan lebih maju dan be3rprestasi baik dalam bidang akademik dan non akademik, sehingga akan menjadi sekolah rujukan di Kecamatan Margomulyo.
Ibu Setiyorini, S.Pd, Kepala Sekolah SDN Margomulyo III
Rabu, 31 Oktober 2012
Guru dan Ramalan McKensey
Guru dan Ramalan McKensey
[ uploader: am ]30 October 2012 05:25:31
Oleh : Ibnu Hamad
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud
Dari dua minggu terakhir September 2012 hingga minggu pertama Oktober 2012, ramalan McKinsey & Co banyak menghiasi media massa di Tanah Air. Maklumlah, dalam laporannya bertajuk The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential, McKensey menyebutkan pada tahun 2030 ekonomi Indonesia akan menempati posisi ke-7 Ekonomi Dunia mengalahkan Jerman dan Inggris.
Menurut McKinsey, terdapat sejumlah indikasi Indonesia menjadi negara besar. Untuk 2012 ini, skala ekonomi Indonesia menempati posisi 16 besar dunia dengan pertumbuhan yang relatif stabil, yaitu sekitar 6,5% setiap tahun. Indonesia juga mampu melewati masa krisis ekonomi yang melanda dunia. Indikasi lainnya, Indonesia mampu meningkatkan jumlah investasi asing dalam beberapa tahun terakhir, sebagai misal US$ 20 miliar pada tahun 2011 dan proyeksi sebesar US$ 28 miliar untuk tahun 2012.
Pada tahun 2030 itu perekonomian Indonesia akan ditopang oleh empat sektor utama yaitu bidang jasa, pertanian dan perikanan, serta sumber daya alam. Ekonomi Indonesia juga akan terus tumbuh dengan didorong oleh kekuatan regional. Dalam 15 tahun ke depan, 1,8 miliar orang kelas konsumsi di dunia sebagian besar akan berada di Asia.
Pada saat itu, kata McKinsey pertumbuhan jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia juga akan meningkat dari 45 juta orang pada tahun 2012 menjadi 90 juta orang pada 2030. Daya beli mereka juga signifikan karena pendapatan bersihnya diperkirakan sebesar US$ 3.600 per tahun. Terbayanglah, saat itu Indonesia akan menjadi negara yang makmur.
Peran Guru
Banyak kalangan yang optimis dengan ramalan McKensey ini, terutama dari kalangan pemerintah. Namun mereka juga sadar bahwa untuk mencapai kesuksesan itu Indonesia membutuhkan banyak tenaga ahli dan kaum wirausahan.
Kenyataan, hingga tahun 2012 ini Indonesia masih sangat kekurangan tenaga ahli. Indonesia membutuhkan sekitar 25 ribu insinyur dan ribuan teknokrat. Padahal tenaga ahli ini sangat diperlukan untuk mengolah sumber daya alam, mengembangkan pertanian dan perikanan serta melaksanakan usaha di bidang jasa yang menjadi penopang masa depan ekonomi Indonesia seperti dinyakan McKensey di atas.
Tentu saja, para gurulah yang bisa menjawab tantangan, menghasilkan para tenaga ahli tersebut. Kenapa para guru? Sebab kita bicara tahun 2030, bicara soal masa depan. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana menyiapkan tenaga ahli untuk mengelola Indonesia di tahun 2030 tanpa guru. Di tangan para gurulah, mereka yang akan menjadi tenaga ahli itu memperoleh pendidikan dan pengajaran!
Siapakah mereka yang akan menjadi tenaga ahli di tahun 2030 itu? Mereka adalah penduduk Indonesia yang kini berusia antara 5 hingga 20 tahun dimana 99%-nya merupakan murid-murid SD hingga SMA. Tak tanggung-tanggung, jumlah mereka mencapai sekitar 100 juta orang. Sebab, data tahun 2010 menunjukkan bahwa struktur penduduk Indonesia terdiri dari dari yang berusia 0-9 tahun berjumlah sekitar 45 juta; 10-19 tahun sekitar 43 juta; dan 20-29 sekitar 41 juta.
Benar, ada sekitar 100 juta siswa-siswi yang siap dijadikan tenaga ahli guna mengelola Indonesia di tahun 2030. Andaikan kita bisa menghasilkan separuh saja dari jumlah itu, Indonesia akan memperoleh 50 juta tenaga ahli hingga bukan mustahil ramalan McKensey itu bisa menjadi kenyataan. Dan di tangan para gurulah kini harapan itu tergenggam.
Betul, yang kita butuhkan memang tenaga ahli, bukan lulusan SMA apalagi SD. Akan tetapi masa-masa menjadi siswa mulai dari SD hingga SMA bukan saja tidak bisa dilompati begitu saja melainkan pula menjadi kontinum waktu yang sangat penting dalam membentuk karakter, pengembangan landasan pengetahuan, dan penyemaian keterampilan.
Bukankah kita ingat bahwa orang harus belajar membaca, menulis, dan menghitung serta belajar mengenali lingkungannya terlebih dahulu sebelum menjadi sarjana, wirausahawan dan tenaga terampil lainnya. Dan kepada para guru pertama-tama kita semua memempercayakan anak-anak kita.
Kualitas Guru
Betapa strategisnya peran guru dalam membentuk Indonesia yang lebih baik itu, utamanya dari perspektif pengembangan sumberdaya manusia. Meski bukan satu-satu faktor, sejarah membuktikan bahwa guru dalam arti yang seluas-luasnya menjadi unsur yang menentukan bagi keberhasilan sebuah bangsa. Konon, ketika Jepang luluh-lantak setelah dibom atom pada tahun 1945, pertanyaan yang meluncur dari Kaisar Hirohito bukanlah seperti apa dan berapa kerusakan yang terjadi melainkan berapa orang guru yang masih tersisa?
Lantas, berapa guru yang dimiliki Indonesia? Data tahun 2011/2012 menunjukkan jumlahnya diperkirakan 2,9 juta orang. Berdasarkan rasionya dengan murid adalah 1:18. Bandingkan dengan Korea, 1:30 dan Jerman, 1:20. Alhasil dari segi jumlah sesungguhnya sudah memadai, hanya saja harus diakui memang distribusinya tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan.
Selain masalah distribusi yang disebabkan oleh penerapan otonomi daerah, persoalan kualitas guru juga banyak disoroti. Empat kompetensi: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional belum sepenuhnya dikuasai secara merata oleh setiap guru kita. Karena itulah peningkatan kualitas guru merupakan hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi.
Pentingnya kualitas guru sering diilustrasikan dengan analogi seperti ini: jika ada seorang dokter yang malpraktek, maka akibatnya hanya mengenai pasien yang ditangani sang dokter dengan resiko tertinggi kematian sang pasien. Tetapi jika seorang guru salah mendidik, maka yang mati bukan hanya akal tetapi hati dan jiwa sang murid. Itupun masih berimbas pada anak keturunannya jika kelak sang murid menjalani kehidupan orang dewasa.
Yang dimaksud dengan peningkatan kualitas guru di sini hendaknya tidak hanya diartikan dengan uji kompetensi guru (UKG). Pada dasarnya setiap guru harus terus menerus menambah kompetensinya masing-masing dari waktu ke waktu. Sedang berlangsung atau tidak UKG, setiap guru sudah sepatutnya mengukur sendiri serta meningkatkan keempat kompetensi dimaksud. Dengan demikian kualitas pendidikan dan pengajaran terus bertambah tiada henti.
Jika peningkatan kualitas berkelanjutan ini terjadi niscaya bukan hanya para murid yang diuntungkan, melainkan pula para orang tua atau wali murid. Kalau para gurunya berkualitas terbaik, tentu mereka tak perlu menambah kegiatan putera-puteri mereka dengan beragam les yang bukan saja menghabiskan waktu sosial anak-anak akan tetapi juga menambah beban biaya dan perhatian bagi para orang tua. Lebih dari itu, guru dengan kualitas terbaik menjamin tercapainya harapan bangsa seperti diramalkan McKensey (*)
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemdikbud
Dari dua minggu terakhir September 2012 hingga minggu pertama Oktober 2012, ramalan McKinsey & Co banyak menghiasi media massa di Tanah Air. Maklumlah, dalam laporannya bertajuk The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia's Potential, McKensey menyebutkan pada tahun 2030 ekonomi Indonesia akan menempati posisi ke-7 Ekonomi Dunia mengalahkan Jerman dan Inggris.
Menurut McKinsey, terdapat sejumlah indikasi Indonesia menjadi negara besar. Untuk 2012 ini, skala ekonomi Indonesia menempati posisi 16 besar dunia dengan pertumbuhan yang relatif stabil, yaitu sekitar 6,5% setiap tahun. Indonesia juga mampu melewati masa krisis ekonomi yang melanda dunia. Indikasi lainnya, Indonesia mampu meningkatkan jumlah investasi asing dalam beberapa tahun terakhir, sebagai misal US$ 20 miliar pada tahun 2011 dan proyeksi sebesar US$ 28 miliar untuk tahun 2012.
Pada tahun 2030 itu perekonomian Indonesia akan ditopang oleh empat sektor utama yaitu bidang jasa, pertanian dan perikanan, serta sumber daya alam. Ekonomi Indonesia juga akan terus tumbuh dengan didorong oleh kekuatan regional. Dalam 15 tahun ke depan, 1,8 miliar orang kelas konsumsi di dunia sebagian besar akan berada di Asia.
Pada saat itu, kata McKinsey pertumbuhan jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia juga akan meningkat dari 45 juta orang pada tahun 2012 menjadi 90 juta orang pada 2030. Daya beli mereka juga signifikan karena pendapatan bersihnya diperkirakan sebesar US$ 3.600 per tahun. Terbayanglah, saat itu Indonesia akan menjadi negara yang makmur.
Peran Guru
Banyak kalangan yang optimis dengan ramalan McKensey ini, terutama dari kalangan pemerintah. Namun mereka juga sadar bahwa untuk mencapai kesuksesan itu Indonesia membutuhkan banyak tenaga ahli dan kaum wirausahan.
Kenyataan, hingga tahun 2012 ini Indonesia masih sangat kekurangan tenaga ahli. Indonesia membutuhkan sekitar 25 ribu insinyur dan ribuan teknokrat. Padahal tenaga ahli ini sangat diperlukan untuk mengolah sumber daya alam, mengembangkan pertanian dan perikanan serta melaksanakan usaha di bidang jasa yang menjadi penopang masa depan ekonomi Indonesia seperti dinyakan McKensey di atas.
Tentu saja, para gurulah yang bisa menjawab tantangan, menghasilkan para tenaga ahli tersebut. Kenapa para guru? Sebab kita bicara tahun 2030, bicara soal masa depan. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana menyiapkan tenaga ahli untuk mengelola Indonesia di tahun 2030 tanpa guru. Di tangan para gurulah, mereka yang akan menjadi tenaga ahli itu memperoleh pendidikan dan pengajaran!
Siapakah mereka yang akan menjadi tenaga ahli di tahun 2030 itu? Mereka adalah penduduk Indonesia yang kini berusia antara 5 hingga 20 tahun dimana 99%-nya merupakan murid-murid SD hingga SMA. Tak tanggung-tanggung, jumlah mereka mencapai sekitar 100 juta orang. Sebab, data tahun 2010 menunjukkan bahwa struktur penduduk Indonesia terdiri dari dari yang berusia 0-9 tahun berjumlah sekitar 45 juta; 10-19 tahun sekitar 43 juta; dan 20-29 sekitar 41 juta.
Benar, ada sekitar 100 juta siswa-siswi yang siap dijadikan tenaga ahli guna mengelola Indonesia di tahun 2030. Andaikan kita bisa menghasilkan separuh saja dari jumlah itu, Indonesia akan memperoleh 50 juta tenaga ahli hingga bukan mustahil ramalan McKensey itu bisa menjadi kenyataan. Dan di tangan para gurulah kini harapan itu tergenggam.
Betul, yang kita butuhkan memang tenaga ahli, bukan lulusan SMA apalagi SD. Akan tetapi masa-masa menjadi siswa mulai dari SD hingga SMA bukan saja tidak bisa dilompati begitu saja melainkan pula menjadi kontinum waktu yang sangat penting dalam membentuk karakter, pengembangan landasan pengetahuan, dan penyemaian keterampilan.
Bukankah kita ingat bahwa orang harus belajar membaca, menulis, dan menghitung serta belajar mengenali lingkungannya terlebih dahulu sebelum menjadi sarjana, wirausahawan dan tenaga terampil lainnya. Dan kepada para guru pertama-tama kita semua memempercayakan anak-anak kita.
Kualitas Guru
Betapa strategisnya peran guru dalam membentuk Indonesia yang lebih baik itu, utamanya dari perspektif pengembangan sumberdaya manusia. Meski bukan satu-satu faktor, sejarah membuktikan bahwa guru dalam arti yang seluas-luasnya menjadi unsur yang menentukan bagi keberhasilan sebuah bangsa. Konon, ketika Jepang luluh-lantak setelah dibom atom pada tahun 1945, pertanyaan yang meluncur dari Kaisar Hirohito bukanlah seperti apa dan berapa kerusakan yang terjadi melainkan berapa orang guru yang masih tersisa?
Lantas, berapa guru yang dimiliki Indonesia? Data tahun 2011/2012 menunjukkan jumlahnya diperkirakan 2,9 juta orang. Berdasarkan rasionya dengan murid adalah 1:18. Bandingkan dengan Korea, 1:30 dan Jerman, 1:20. Alhasil dari segi jumlah sesungguhnya sudah memadai, hanya saja harus diakui memang distribusinya tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan.
Selain masalah distribusi yang disebabkan oleh penerapan otonomi daerah, persoalan kualitas guru juga banyak disoroti. Empat kompetensi: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional belum sepenuhnya dikuasai secara merata oleh setiap guru kita. Karena itulah peningkatan kualitas guru merupakan hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi.
Pentingnya kualitas guru sering diilustrasikan dengan analogi seperti ini: jika ada seorang dokter yang malpraktek, maka akibatnya hanya mengenai pasien yang ditangani sang dokter dengan resiko tertinggi kematian sang pasien. Tetapi jika seorang guru salah mendidik, maka yang mati bukan hanya akal tetapi hati dan jiwa sang murid. Itupun masih berimbas pada anak keturunannya jika kelak sang murid menjalani kehidupan orang dewasa.
Yang dimaksud dengan peningkatan kualitas guru di sini hendaknya tidak hanya diartikan dengan uji kompetensi guru (UKG). Pada dasarnya setiap guru harus terus menerus menambah kompetensinya masing-masing dari waktu ke waktu. Sedang berlangsung atau tidak UKG, setiap guru sudah sepatutnya mengukur sendiri serta meningkatkan keempat kompetensi dimaksud. Dengan demikian kualitas pendidikan dan pengajaran terus bertambah tiada henti.
Jika peningkatan kualitas berkelanjutan ini terjadi niscaya bukan hanya para murid yang diuntungkan, melainkan pula para orang tua atau wali murid. Kalau para gurunya berkualitas terbaik, tentu mereka tak perlu menambah kegiatan putera-puteri mereka dengan beragam les yang bukan saja menghabiskan waktu sosial anak-anak akan tetapi juga menambah beban biaya dan perhatian bagi para orang tua. Lebih dari itu, guru dengan kualitas terbaik menjamin tercapainya harapan bangsa seperti diramalkan McKensey (*)
Selasa, 16 Oktober 2012
PERSIAPAN PENYALURAN TUNJANGAN GURU TAHUN 2013
Yth.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
di
Seluruh Indonesia
Dengan hormat
kami beritahukan bahwa salah satu program Direktorat Pembinaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan (Direktorat P2TK Dikmen), Direktorat Jenderal
Pendidikan Menengah adalah menyalurkan dana tunjangan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan pendidikan menengah. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu kami
sampaikan kepada Saudara hal-hal sebagai berikut :
1. Tunjangan Profesi adalah tunjangan yang
diperuntukkan bagi guru PNS, guru yang diangkat dalam jabatan pengawas dan Guru Bukan PNS
yang diangkat oleh pemerintah daerah atau yayasan/masyarakat penyelenggara
pendidikan baik yang mengajar di sekolah negeri maupun sekolah swasta; dan
sudah memiliki sertifikat pendidik.
2. Subsidi Tunjangan Fungsional adalah
tunjangan yang diperuntukkan bagi Guru Bukan PNS pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
masyarakat; dan belum mempunyai sertifikat pendidik.
3. Tunjangan khusus adalah tunjangan yang
diperuntukkan bagi guru PNS dan Bukan PNS yang bertugas di
daerah khusus yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
masyarakat; baik yang sudah memiliki sertifikat pendidik maupun yang belum
mempunyai sertifikat pendidik.
Untuk
mewujudkan pelaksanaan penyaluran dana tunjangan pendidik dan tenaga
kependidikan pendidikan menengah pada tahun 2013 supaya tepat waktu, tepat
sasaran dan tepat guna, maka diperlukan data penerima tunjangan yang akurat.
Sehubungan
dengan hal tersebut, sambil menunggu permendikbud, Permenkeu/PMK dan Petunjuk Teknis tentang Penyaluran Tunjangan Guru maka mohon Saudara
dapat menugaskan staf bagian ketenagaan untuk dapat melakukan pendataan semua guru dan pengawas pada
jenjang pendidikan menengah di wilayah kabupaten/kota Saudara dengan
melakukan :
1.
Perekaman data dengan menggunakan formulir yang telah
disiapkan oleh Direktorat P2TK Dikmen. Formulir tersebut akan dikirim ke dinas pendidikan
kabupaten/kota dan dapat juga diunduh di http://p2tkdikmen.kemdikbud.go.id atau https://sites.google.com/site/ptkdikmen
2. Formulir yang sudah diisi kemudian
disimpan dengan nama “NUPTK” masing-masing guru dan disampaikan dalam bentuk
softcopy (compact disc) per sekolah/instansi ke Direktorat P2TK Dikmen atau
dikirim melalui email tunjangan.ptkdikmen@gmail.com.
3. Formulir paling lambat diterima pada
tanggal 31 Oktober 2012 sebagai bahan persiapan verifikasi dan validasi data
guru penerima tunjangan oleh kabupaten/kota.
4. Setelah mengirimkan data baik berupa cd
atau dikirim lewat email, kemudian masing-masing guru memberitahukan ke
Direktorat P2TK Dikmen melalui sms dengan format REG [spasi] NUPTK (contoh :
REG 1234123412341234) kirim ke 08388 10 1000.
Apabila Saudara
memerlukan keterangan lebih lanjut, dapat mengubungi melalui telp kantor di
nomor 021 57974112 dan 021 57974108.
Demikian atas perhatian serta kerjasamanya,
kami sampaikan terimakasih.
Direktur Pembinaan PTK Dikmen
Surya Dharma, MPA, Ph.D
NIP. 19530927 197903 1 001
Sumber :
https://sites.google.com/site/ptkdikmen/home
DOWNLOAD FILE PENDATAAN BERUPA FORM EXCEL DAN PETUNJUKNYA DI BAWAH INI :
https://sites.google.com/site/ppsdander2012/Formulir%20Data%20PTK%20Dikdas%20V.1.1%20REV_distributed.rar
https://sites.google.com/site/ptkdikmen/downloads/Petunjuk%20Pengisian%20Formulir%20Data%20PTK%20Dikmen.pdf
https://sites.google.com/site/ptkdikmen/downloads/Surat%20Pengantar%20Persiapan%20Data%20Guru%202013%20Kabupaten%20Kota.pdf
Kamis, 04 Oktober 2012
Pelajaran Dikepras, Jam Mengajar Tak Berkurang
By Jawa Pos, Rabu-3 Okt 2012
Jakarta - Para guru SD tidak perlu cemas dengan rencana pemerintah mengepras jumlah mata pelajaran (mapel) dari sebelas menjadi tujuh. Pemerintah memastikan pengeprasan sebagai dampak dari revisi kurikulum itu tidak akan mempengaruhi posisi guru.
Jakarta - Para guru SD tidak perlu cemas dengan rencana pemerintah mengepras jumlah mata pelajaran (mapel) dari sebelas menjadi tujuh. Pemerintah memastikan pengeprasan sebagai dampak dari revisi kurikulum itu tidak akan mempengaruhi posisi guru.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)Khairil Anwar Notodiputro mengatakan,
anggapan pengeprasan mapel itu berdampak pada PHK guru SD tidaklah benar.
”Termasuk tudingan bahwa nanti akan banyak guru SD yang kehilangan jam mengajar
itu juga salah,” katanya.
Khairil mengatakan, pengeprasan mapel tersebut tidak berdampak apa-apa
kepada guru SD karena sistem yang digunakan adalah guru kelas.
Bukan guru mata pelajaran seperti di jenjang SMP
atau SMA/sederajat.
Dengan posisi guru SD yang menjadi guru kelas, berapapun jumlah mapel
yang diajarkan, kewajiban jam mengajarnya tetap sama. Meskipun secara teknis
pelaksanaannya nanti, jumlah mapel yang mereka ajarkan nanti berkurang.
Menurut pejabat dari Madura itu, guru SD tidak perlu lagi cemas atau
bahkan menolak rencana pemerintah memangkas jumlah mapel SD. Termasuk
diantaranya rencana melebur mapel IPA dan IPS menjadi satu mapel, yaitu Ilmu
Pengetahuan Umum (IPU). Menurut dia, rencana penyederhanaan
mata pelajaran itu cukup relevan dengan kemampuan belajar siswa jenjang SD.
Dia mengatakan bahwa KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang
berjalan saat ini sudah tidak relevan lagi. Dengan begitu dituntut adanya
revisi atau pengembangan kurikulum baru.
Khairil mengatakan, pengurangan jumlah mapel di jenjang SD juga
bertujuan memfokuskan upaya pemerintah dalam membentuk karakter bangsa sejak
dini. Belum waktunya siswa SD mengikuti pelajaran yang menyajikan sistem
perhitungan rumit.
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dirjen Dikdas) Kemendikbud
Suyanto menambahkan, pemerintah saat ini menyiapkan rencana baru untuk menambah
jam belajar.
”Jadi, mapelnya berkurang, tetapi jam belajarnya ditambah. Enak, kan,”
katanya. Penambahan jam belajar yang direncanakan diberlakukan mulai tingkat SD
hingga SMA itu perlu mendapat perhatuan para guru.
Sebab, dengan penambahan jam belajar, kasus banyak guru yang jumlah jam
mengajarnya kurang bisa teratasi. Penambahan jam belajar juga berdampak semakin
besarnya peluang guru mengikuti sertifikasi yang salah satu syaratnya adalah
guru wajib mengajar selama 24 jam per minggu.
Sebagaimana diatur dalam Permendiknas (istilah dulu) Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, jumlah jam belajar di
jenjang SD saat ini beragam. Jatah kelas I adalah 26 jam belajar per minggu.
Satu jam belajar berdurasi 35 menit.
Sedangkan kelas II mendapat 27 jam belajar per minggu. Sementara kelas
III memiliki 28 jam belajar per minggu. Khusus kelas IV, V, dan VI dijatah 32
jam belajar per minggu.
Jumlah jam belajar kelas IV, V, dan VI SD itu sama dengan jumlah jam
belajar di SMP. Sedangkan siswa SMA memiliki 38 jam belajar per minggu
Kemendikbud sedang mengkaji sejumlah opsi sistem baru yang terkait
dengan jam belajar itu. Rencananya untuk kelas I, II, dan III SD, jam belajar
ditambah menjadi 30 jam belajar per pekan. Sementara itu, kelas IV, V, dan VI
SD, SMP, serta SMA tetap.
Opsi berikutnya, jam belajar di jenjang pendidikan dasar dan menengah
dipukul rata. Yaitu, para siswa baru bisa pulang pada pukul 16.00 hingga 17.00.
sistem ini merujuk pada sekolah-sekolah yang menerapkan model full day.
Mendikbud Muhammad Nuh mengatakan, khususnya untuk SMA, pemberlakuan
jam belajar sampai sore bisa berdampak positif. Salah satunya, menekan potensi
tawuran pelajar. Seperti diketahui, tawuran pelajar sering terjadi pada siang
hari setelah jam pulang sekolah.
Jika nanti pulang menjelang
malam, dari aspek psikologi mereka ingin segera sampai di rumah dan
beristirahat. Itu terjadi karena tenaga dan konsentrasi mereka sudah dikuras
dalam pembelajaran sejak pagi hingga sore. Aksi tawuran yang marak, menurut
Nuh, terjadi karena, salah satunya siswa kelebihan tenaga, lalu keliru
menyalurkannya. (agoes)
Minggu, 30 September 2012
PEMBERLAKUAN KURIKULUM PENDIDIKAN BARU TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SDN Margomulyo 3 :
Kurikulum
adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh
suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Yang salah satu
fungsinya adalah Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
Setelah
dikaji dan di evaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) selama
ini, kurikulum dinilai sangat membosankan dan memberatkan peserta didik. Maka di
tahun pelajaran 2013-2014 akan diberlakukan kurikulum baru. Dengan kurikulum
baru itu, nantinya model pembelajaran di sekolah akan bersifat tematik dan lebih
mengarah ke pembangunan karakter.
Dengan
konsep tematik akan semakin memberikan ruang gerak bagi siswa untuk
mengekspresikan potensi-potensinya. Dengan demikian, dapat memberikan kekuatan
bagi anak didik.
Kurikulum
baru tersebut rencananya segera diterapkan setelah melewati uji publik beberapa
bulan sebelumnya. "Pembahasannya masih berlangsung, nanti akan diuji
publik, dan Februari 2013 semuanya akan rampung," kata Nuh, di Jakarta, Dikutip dari Kompas (19/9/2012).
Ia
menjelaskan, kurikulum pendidikan yang baru akan menyentuh semua jenjang
pendidikan. Dari pendidikan dasar, sampai ke pendidikan tinggi. Kurikulum baru
itu, tambah Nuh, merupakan hasil dari evaluasi pada seluruh mata pelajaran.
Timnya sendiri dibagi dua, tim
pertama mengevaluasi dan menyusun kurikulum pendidikan dasar serta pendidikan
menengah, sedangkan tim kedua mengevaluasi dan menyusun kurikulum pendidikan
tinggi.
"Ini pekerjaan besar,
mudah-mudahan bisa rampung sesuai target. Masih dalam pembahasan, dan semua
serba mungkin," jelas Nuh.
Dalam kesempatan itu, Nuh juga
mengungkapkan bahwa pihaknya tidak "mengiblatkan" kurikulum dari
negara asing tertentu. Yang jelas, kata dia, kurikulum pendidikan baru ini merujuk
pada negara-negara OECD, dan negara-negara yang memiliki karakter sangat kuat. "Kita
tidak fokus meniru pada satu negara asing tertentu. Tapi kita bisa tiru
kekuatan karakter Jepang dan Korea. Mereka unggul dalam ilmu pengetahuan, tapi
tetap menjunjung tinggi nasionalisme bangsanya.
Tokoh-tokoh
pendidikan yang diajak membuat kurikulum di antaranya adalah Rektor Universitas
Paramadina Anies Basweda. Perubahan kurikulum ini merupakan program besar dari
Kemdikbud yang dimulai sejak tahun 2010.
Semoga Perubahan kurikulum dari tahun ke tahun yang diambil pemerintah dapat merubah pendidikan yang efektif dan efisien, dengan meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru atau pendidik serta dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya. sejalan dengan kenyataan kebutuhan di lapangan.
Semoga Perubahan kurikulum dari tahun ke tahun yang diambil pemerintah dapat merubah pendidikan yang efektif dan efisien, dengan meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru atau pendidik serta dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia pada umumnya. sejalan dengan kenyataan kebutuhan di lapangan.
Langganan:
Postingan (Atom)